Kamis, 19 Januari 2012

PSIKOLOGI PERGERAKAN DAKWAH



A.    PENGERTIAN PSIKOLOGI
Psikologi menurut bahasa berasal dari kata Yunani yang terdiri dari dua kata. Psyche dan logos.Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi secara bahasa dapat berarti ‘ilmu jiwa’. Namun pegertian ilmu jiwa itu masih dianggap kabur dan belum jelas. Hal ini disebabkan karena para sarjana belum mempunyai kesepakatan tentang jiwa itu sendiri. Menrut Sarlito, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya apa yang dimaksud dengan jiwa itu sendiri, karena jiwa adalah sesuatu kekuatan yang absrak yang tidak tampak oleh pancaindra wujud dan zatnya, melainkan yang tampak hanya gejala-gejalanya saja.
Bahkan, jika kita kembali kepada OxfordDictionary, maka kita akan mendapatkan kata psyche mempunyai banyak arti, seperti soul, mind, spirit. Dalam islam, istilah jiwa juga mempunyai banyak makna, seperti an-nafs, al-ruh, al-bashirat, dan al-hayat. Oleh karena itu, sering timbul berbagai pengerian yang berbeda-beda, dimana banyak ilmuan memberikan definisi yang berbeda-beda pula sesuai dengan arah minat dan aliran masing-masing.
Pada zaman renaisans (zaman revolusi ilmu pegetahuan di Eropa) Rene Descartes (1596-1650) seorang filsuf Perancis pernah mencetuskan definisi psikologi. Descartes mengatakan, psikolgi adalah ilmu tentang kesadaran. Pada masa yang sama George Berkeley (1685-1753) seorang filsuf inggris mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang pengindraan (persepsi).
Perkembangan definisi-definisi psikologi masih berlanjut hingga saat ini, di antaranya menurut behaviorisme, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari atau menyelidiki tentang tingkah laku manusia atau binatang yang tampak secara lahir. Aliran bihavoris menitikberatkan perhatiannya pada tingkahlaku lahiriah, karena hal tersebut menggambarkan tentang perasaan batin atau jiwa.
B.     PENGGERAKAN DAKWAH
Penggerakan dakwah merupakan inti dari manajemen dakwah, karena dalam proses ini semua aktivitas dakwah dilaksanakan. Dalam penggerakan dakwah ini, pimpinan menggerakan semua elemen organisasi untuk melakukan semua aktivitas-aktivitas dakwah yang telah direncanakan, dan dai sinilah aksi semua rencana dakwah akan terealisir, dimana fungsi manajemen akan bersentuhan secara langsung dengan para pelaku dakwah. Selanjutnya dari sini juga proses perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian, atau penilaian akan berfungsi secara efektif.
Adapun pengertian pergerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi di tengah bawahannya dapat memberikan sebuah bimbingan, intruksi, nasihat, dan koreksi jika di perlukan.
Agara fungsi dari penggerakan dakwah ini dapat berjalan secara optimal, maka harus menggunakan teknik-teknik tertentu yang meliputi :
1.      Memberikan penjelasan secara komprehensif kepada seluruh elemen dakwah yang ada dalam organisasi dakwah.
2.      Usahakan agara setiap pelaku dakwah menyadari, memahami, dan menerima baik tujuan yang telah diterapkan.
3.      Setiap pelaku dakwah mengerti struktur organisasi yang di bentuk.
4.      Memperlakukan secara baik bawahan dan memberikan pnghargaan yang diiringi dengan bimbingan dan petunjuk ntuk semua anggota.
Untuk itu peranan pemimpin dakwah akan sangat menentukan warna dari kegiatan-kegiatan tersebut. Karena pemimpin dakwah harus mampu memberikan sebuah motivasi, bimbingan, mengoordinasi serta menciptakan sebuah iklim yang membentuk sebuah kepercayaan diri yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan semua anggotanya.
Dari semua potensi  dan kemampuan ini, maka kegiatan-kegiatan dakwah akan terkomodir sampai kepada sasaran yang telah ditetapkan. Ada beberapa poin dari proses penggerakan dakwah yang menjadi kunci dari kegiatan dakwah :
·         Pemberian motivasi.
·         Bimbingan.
·         Penyelenggaraan komunikasi.
·         Pengembangan dan peningkatan pelaksana.[1]

C.    PEMBERIAN MOTIVASI
Motivasi diartikan sebagai kemampuan seseorang manajer atau pemimpin dakwah dalam memberikan sebuah kegairahan, kegiatan dan pengertian, sehingga para anggotanya mampu untuk mendukung dan bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Dengan demikian, motivasi merupakan dinamisator bagi para elemen dakwah yang secara ikhlas dapat merasakan, bahwa pekerjaan itu adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan kata lain, bahwa motivasi adalah memberikan semangat atau dorongan kepada para pekerja untuk mencapai tujuan bersama dengan cara memenuhi kebutuhan dan harapan mereka serta memberikan sebuah penghargaan (reward).
Dengan adanya rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility), maka akan menumbuhkan rasa kecewa jika gagal dan merasa bahagia jika tujuannya berhasil. Selanjutnya jika perasaan itu sudah mengakar, maka fungsi motivasi sudah berhasil. Motivasi sebagai suatu yang dirasakan sangat penting, akan tetapi ia juga sulit dirasakan, karena disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu :
1.      Motivasi dikatakan penting (important subject), karena berkaitan dengan peran pemimpin yang berhubungan dengan bawahannya. Setiap pemimpin harus kerjasama melalui orang lain atau bawahannya, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada bawahannya.
2.      Motivasi sebagai sesuatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi itu sendiri tidak bisa diamati dan diukur dengan pasti. Karena untuk mengukurnya, berarti harus mengkaji lebih jauh prilaku masing-masing individu. Hal ini juga dipicu dengan teori motivasi yang berbeda-beda.
Untuk memahami pengertian dan hakikat motivasi dalam sebuah organisasi, maka ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya motivasi, yaitu :
1.      Adanya proses interaksi kerja sama antara pemimpin dan bawahan (orang lain), dengan kolega atau atasan dari pemimpin itu sendiri.
2.      Terjadinya proses interaksi antara bawahan dan orang lain yang diperhatikan, diarahkan, dibina, dan dikembangkan, tetapi ada juga yang di paksakan agar tindakan dan perilaku bawahan sesuai dengan keinginan yang diharapkan oleh pemimpin.
3.      Adanya perilaku yang dilakukan oleh para anggota berjalan sesuai dengan sistem nilai atau aturan ketentuan yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
4.      Adanya perbedaan perilaku yang ditampilkan oleh para anggota dengan latar belakang dan dorongan yang berbeda-beda.[2]
Jadi, motivasi itu merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antarsikap, kebutuhan persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi ini muncul karena sebagai akibat dari proses psikologis yang timbul disebabkan karena faktor dalam diri seseorang yang disebut intrinstik,[3] dan faktor diluar diri sesorang yang disebut dengan faktor ekstrinsik.[4]

D.    MELAKUKAN BIMBINGAN
Bimbingan disini dapat diartikan sebagai tindakan pimpinan dakwah yang dapat menjamin terlaksananya tugas-tugas dakwah sesuai dengan rencana ketentuan-ketentuan yang telah digariskan. Dalam proses pelaksanaan aktivitas dakwah itu masih banyak hal-hal yang harus diberikan sebagai sebuah arahan atau bimbingan. Hal ini dimaksudkan untuk membimbing para elemen dakwah yang terkait guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah dirumuskan untuk menghindari kemacetan atau penimpangan. Pekerjaan ini lebih banyak dilakukan oleh pemimpin dakwah karena mereka yang lebih banyak mengetahui kebijakan organisasi, yakni akan dibawa kemana arah organisasi.
Adapun komponen bimbingan dakwah adalah nasihat untuk membantu para da’i dalam melaksanakan perannya[5] serta mengatasi permasalahan dalam menjalankan tugasnya adalah :
1.      Memberikan perhatian terhadap setiap perkembangan anggotanya. Ini merupakan prinsip yang mendasar dari sebuah bimbingan, dimana diharapkan para pemimpin dakwah memiliki perhatian yang sungguh-sungguh mengenai perkembangan pribadi serta kemajuan para anggotanya.
2.      Memberikan nasihat yang berkaitan dengan tugas dakwah yang bersifat membantu, yaitu dengan memberikan saran mengenai strategi dakwah yang diiringi dengan alternatif-alternatif tugas dakwah dengan membagi pengetahuan.
3.      Memberikan sebuah dorongan, ini bisa berbentuk dengan mengikutsertakan kedalam program pelatihan-pelatihan yang relevan. Bimbingan ini bisa dengan memberikan informasi mengenai peluang pelatihan, serta pengembangan yang relevan atau dalam bentuk memberikan sebuah pengalaman yang akan membantu tugas selanjutnya.
4.      Memberikan bantuan atau bimbingan kepada semua elemen dakwah untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan dan strategi perencanaan yang pentingdalam rangka perbaikan efektivitas unit organisasi.
Bimbingan yang dilakukan oleh manajer dakwah terhadap pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan dengan jalan memberikan perintah atau sebuah petunjuk serta usaha-usaha lain yang bersifat memengaruhi atau menetapkan arah tugas dan tindakan mereka.[6] Dalam konteks ini dituntut kemampuan seseorang pemimpin dakwah dalam memberikan arahan, perintah yang tepat sehingga tidak terjadi kesalahpahaman terhadap para anggotanya. Suatu pengarahan atau bimbingan yang baik harus mengikutu syarat agar berjalan secara efesien. Adapun syarat tersebut adalah :
1.      Sedapat mungkin lengkap dan tegas
2.      Memiliki tujan yang masuk akal
3.      Sedapat mungkin tertulis
Dan perlu diperhatikan juga bahwa seorang pemimpin yang berhasil dalam membmbing bukanlah karena kekuasaanya, tetapi karena kemampuannya dalam memberikan motivasi dan kekuatan kepada orang lain. Pada tangga inilah puncak loyalitas dari pengikutnya akan terbentuk.[7] Di sisi lain harus ada hubungan timbal balik antara penerima (anggota) dengan pemberi (pemimpin) untuk melaksanakan dengan kesadaran dan tanggung jawab serta motivasi yang kuat untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan begitu akan timbul sebuah singkronisasi dan koordinasi terhadap berbagai tugas yang diberikan, sehingga sasaran dakwah dalam sebuah organisasi dapat terarah dan terlaksana.

E.     PENYELENGGARAAN KOMUNIKASI
Dalam proses kelancaraan dakwah komunikasi, yakni suatu proses yang digunakan oleh manusia dalam usaha untuk membagi arti lewat transmisi pesan simbolis merupakan hal yang sangat penting. Karena tanpa komunikasi yang efektif antara pemimpin dan pelaksana dakwah, maka pola hubungan dalam sebuah organisasi dakwah. Dari sinilah kerangka acuan dakwah, yaitu untuk menciptakan sebuah opini yang sebagian besar diperoleh dari informasi melaui komunikasi. Dalam proses komunikasi akan terjadi sebuah proses yang melibatkan orang, yang mencoba memahami cara manusia saling berhubungan. Komunikasi ini juga termasuk ke dalam sebuah kesamaan arti agar manusia dapat berinteraksi, yang dapat berupa sebuah gerakan badan, suara, huruf, angka, dan kata yang dapat mewakili atau mendekati ide yang mereka maksudkan untuk dikomunikasikan.
Kinerja komunikasi sangat penting dalam sebuah organisasi termasuk organisasi dakwah. Adapun manfaat dari penyelanggaraan komunikasi sebagai sarana yang efektif dalam sebuah organisasi adalah :
1.      Komunikasi dapat menempatkan orang-orang pada tempat yang seharusnya.
2.      Komunikasi menempatkan orang-orang untuk terlibat dalam organisasi, yaitu dengan meningkatkan motivasi untuk menghasilkan kinerja yang baik dan meningkatkan komitmen terhadap organisasi.
3.      Komunikasi menghasilkan hubungan dan pengertian yang lebih baik antara atasan dan bawahan, mitra, orang-orang diluar organisasi.
4.      Menolong orang-orang untuk mengerti perubahan.[8]
Dalam aktivitas dakwah, komunikasi yang efektif dan efesien dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi tindakan manusia ke arah yang diharapkan.

F.     PSIKOLOGI KEPEMIMPINAN
Secara umum tugas kepemimpinan berorientasi kepada dua hal yaitu fungsi pekerjaan (task function) dan fungsi kekompakan (relationship function). Pekerjaan dapat dibagi dua yaitu kerja tinggi dan kerja rendah, sedangkan kekompakan juga dibagi menjadi dua yaitu kompak tinggi dan kompak rendah. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan dan cara mempengaruhi kelompok.
Gaya kepemimpinan penting diketahui bagi setiap orang yang mendapat kesempatan untuk memimpin suatu organisasi. Gaya kepemimpinan bersifat situasional, artinya kita tidak dapat memakai satu gaya kepemimpinan terhadap semua situasi tertentu. Berikut ini dirangkum dalam tabel gaya kepemimpinan.

Gaya Kepemimpinan                        Situasional
Kerja Tinggi + Kompak Tinggi
Kerja Tinggi + Kompak Rendah
·      Untuk kelompok yang baru dibentuk
·      Pemimpin menjadi model contoh
·      Untuk kelompok yang sudah kehilangan arah dan tujuan
·      Dalam situasi gawat, militer, persaingan bisnis yang ketat
Kerja Rendah + Kompak Tinggi
Kerja Rendah + Kompak Rendah
·  Untuk kelompok sosial-rekreatif
·  Mengutamakan keakraban dan suasana rileks
·      Untuk kelompok yang sudah jadi
·      Sudah jelas tujuan dan sasaran

Selain gaya kepemimpinan, perlu juga diketahui mengenai teknik dan cara mempengaruhi kelompok, mulai dari menyuruh, menjual, meminta nasehat, bergabung dan mendelegasikan. Keadaan tersebut dipilih sesuai dengan kebebasan pemimpin dan kematangan anggota organisasi.
Cara Mempengaruhi Kelompok
NO
AKTIVITAS
I.KEBEBASAN
II.KEMATANGAN
01
02
03
04
05
Menyuruh
Menjual
Minta Nasehat
Bergabung
Memberikan Kuasa (Delegasi)
Penggunaan kekuasaan oleh pemimpim




Kebebasan kelompok
Kelompok yang belum matang




Kelompok yang sudah matang


[1]  A. Rosyid Shaleh, Op. Cit., hlm. 112
[2]  Dorongan yang berbeda-beda ini dapat terjadi, karena keinginan dalam rangka kebutuhan yang berbeda-beda dan sifat dasar dari manusia yang sangat heterogen, didukung dengan latar belakang budaya yang berbeda pula dalam organisasi.
[3] Dalam faktor ini dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita yang berorientasi kemasa depan.
[4] Sementara faktor ekstrinsik dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa disebabkan oleh pengarh pemimpin, kolega, atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi kedua faktor tersebut motivasi yang timbul karena adanya rangsangan. Wahjsumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, [Jakarta: Ghalia, 1993], hlm. 174.
[5] Seperangkat pola perilaku yang diharapkan dan dikaitkan dengan seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam satuan emosional.
[6]  A. Rasyid Shaleh, Op. Cit., 118
[7]  Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual “ESQ”, [Jakarta: PT Arga, 2003], hlm. 107.
[8]  Ron Loudlow, Fergus Panton, The Essense of Effective Communication; Komunikasi Efektif. [Yogyakarta: Andi 2000], hlm. 4-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar